JAKARTA-Kontroversi seputar rencana sejumlah maskapai penerbangan menerapkan bagasi berbayar terus menjadi perdebatan.
Anggota Komisi V DPR RI, Hj Intan Fauzi, SH, LL.M menilai kebijakan ini membuktikan pemerintah tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat. Betapa tidak, rakyat akan terhimpit ditengah kepungan harga yang masih selangit.
“Disaat daya beli menurun, harga-harga masih tinggi, masyarakat juga dibebani dengan kebijakan bagasi berbayar. Ini namanya semena-mena terhadap rakyat dan saya kira, ini tidak adil,” ujarnya.
Menurut Intan, kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan sejumlah maskapai penerbangan tak hanya merugikan penumpang, tapi menimbulkan efek domino bagi sektor lain. Bahkan dampak dari kebijakan ini pasti akan memukul sector pariwisata, perhotelan, hingga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Saya kira, kebijakan bagasi berbayar sebagai bentuk disinsentif bagi industri pariwisata. Bagasi pesawat berbayar juga bisa mengganggu pertumbuhan UMKM,” jelasnya.
“Bayangkan saja, masyarakat yang pulang kampung membeli oleh-oleh, souvenir, makanan, kopi, dodol, dll ditinggal saja di bandara karena takut kena biaya bagasi. Padahal, kita ini tengah mendorong UMKM, supaya mereka bisa jualan sovenir yang pada ujungnya UMKM kita bisa baik kelas. Nah, dengan bagasi berbayar ini sama saja mematikan usaha rakyat,” terang Ketua DPP PAN ini.
Padahal selama ini setiap penumpang yang membayar harga tiket pesawat sudah termasuk jatah bagasi.
“Masyarakat resah dengan kebijakan ini. Sebagai wakil rakyat, meminta pemerintah untuk membatalkan penerapan bagasi berbayar ini,” pinta Wakil Rakyat Kota Depok dan Kota Bekasi ini.
Desakan pembatalan ini ujar Intan lantaran kebijakan bagasi berbayar ini merugikan masyarakat. Untuk itu, diharapkan pemerintah mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat dan kelangsungan penerbangan.
“Sebab dampaknya bagi rakyat sangat terasa,” tegasnya.
Sebenarnya kata Intan, kebijakan bagasi berbayar ini tidak perlu diterapkan jika maskapai penerbangan mengikuti aturan yang ada.
Saat ini, ada tiga kategori Airline yaitu Full Service Airline (Garuda Indonesia dan Batik Air), Medium Service Airline (Sriwijaya Air dan NAM Air) dan Low Cost Carrier/LCC (Lion Air, Citilink, Air Asia).
“Mestinya maskapai penerbangan ini mengikuti aturan sesuai kategori ini tanpa harus membuat kebijakan bagasi berbayar,” ujarnya.
Ketika ditanya kebijakan ini untuk mengimbangi operasional maskapai menyusul masih tingginya harga Avtur, Intan mengatakan pemerintah harus turun tangan menekan harga Avtur ini.
“Saya kira, perlu koordinasi dengan Kementerian ESDM kenapa harga avtur kita lebih mahal dibanding Negara lain. Jangan sampai beban biaya ini ditimpakan kepada rakyat,” tuturnya.
Intan menegaskan jika tingginya harga avtur ini dibebankan kepada rakyata maka ini namanya kebijakan ini cari gampang.
“Kalau persoalan di harga avtur maka tugas pemerintah menurunkan dan masih ada ruang untuk itu karena dibanding Singapura, Malaysia dll harga avtur di Indonesia jauh lebih tinggi, jelasnya.
Demikian juga jika kebijakan ini bertujuan menaikan revenue maka pihak maskapai harus pintar melakukan terobosan guna mendapatkan tambahan pendapatan.
“Jangan dibebankan kepada masyarakat. Tidak boleh perusahaan penerbangan semena-semena terhadap rakyat,” tegasnya.