Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh

Saya Intan Fauzi,
Anggota DPR RI 2019-2024
Dapil Kota Bekasi & Depok

Intan Fauzi: RUU SDA Prioritaskan Hak Utama Air Kepada Rakyat

Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) Hj Intan Fauzi, SH, LL.M

JAKARTA-Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA), Hj Intan Fauzi, SH, LL.M mengaku optimis pembahasan RUU SDA akan rampung sebelum Oktober 2019. Salah satu point penting dari RUU ini adalah memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat.

“Insya Allah selesai sebelum Oktober. Karena kita ingin UU SDA ini menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Baik untuk masyarakat umum, kita semuanya ini, yang jadi pengguna sehari-hari untuk kebutuhan pokok, maupun untuk kalangan industri,” kata Intan disela-sela rapat konsinyering perumusan RUU SDA di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (17/7).

Intan yang juga Anggota Komisi V DPR RI ini menjelaskan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari RUU SDA ini sudah selesai. Rencananya, pekan ini Komisi V DPR dan pemerintah akan menggelar rapat untuk merumuskan pasal per pasal RUU SDA.

Secara prinsip urai Intan, tidak ada kendala yang mengganjal selama pembahasan RUU SDA ini. Karena pembahasan DIM di tingkat Panja sudah tuntas.

“Kami tinggal merumuskan dan mensinkronkan narasinya. Ada juga DIM yang kita kembalikan ke Panja. Namun pada dasarnya baik pemerintah maupun DPR semangatnya sama,” jelasnya.

Salah satu contoh DIM yang dikembalikan ke Panja ujar Intan tentang pertanian rakyat.

“Sebenarnya kalau definisi pertanian rakyat jelas untuk keperluan pertanian dan perikanan. Namun karena Negara kita ini sangat luas, penggunaan air berbeda-beda, maka kita masih merumuskan pertanian rakyat ini,  apakah merujuk pada volume air atau luas hamparan tanahnya. Atau kita kembali lagi kepada definisi petani yang memang boleh memanfaatkan air dengan sebesar-besarnya,” ujar Intan.

Dia mencontohkan petani di daerah transmigrasi yang memiliki tanah cukup besar mencapai 2 hektar.

“Luas lahan itu kelihatannya besar. Tapi ya kategori mereka itu tetap petani, dimana kemampuannya tentu berbeda dengan dunia usaha. Sehingga jangan sampai kita nantinya menghambat petani,” tambahnya.

Sebagai Negara agraris, jelas Intan, Negara sangat mendorong petani guna meningkatkan hasil pertaniannya.  Sehingga jangan sampai membatasi pemanfaatan air untuk kebutuhan pertanian.

“Karena kita tidak bisa menafikan bahwa petani rakyat itu ada yang tanahnya berhektar-hektar. Begitu pula ada masukan bagaimana bila di tanah petani tersebut diperlukan pengeboran, apakah diperlukan ijin atau tidak. Bila diperlukan ijin maka perlu biaya lagi. Jangan sampai kemudian kita jadi menghambat petani,” tuturnya.

Anggota DPR RI Komisi V Fraksi PAN, Hj Intan Fauzi, SH, LL.M

Persoalan lain menurut Intan adalah tentang kategori dunia usaha.

“Kami masih sama-sama merumuskan kategori mana yang bisa menggunakan air baku. Misalnya kawasan pariwisata yang memang sedang kita dorong pertumbuhannya. Begitu juga dengan kawasan industri, dimana kita semua sepakat investasi di kawasan industri jelas meningkatkan pendapatan Negara. Mereka ini perlu air baku yang besar. Sehingga kawasan seperti itu harus dibedakan,” tambahnya.

Secara substansi ujar Intan, RUU SDA ini memilili  semangat keberpihakan kepada rakyat. Hal ini sejalan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi dan air dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk kemakmuran rakyat.

“Semangat UU SDA ini adalah Keputusan MK dan pasal 33 UUD 1945,” tuturnya.

Karena itu, baik pemerintah maupun DPR sama-sama sepakat bahwa RUU SDA ini akan memprioritaskan pemenuhan hak utama air kepada rakyat.

“Air harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Namun kita juga tidak bisa mengenyampingkan dunia usaha, sepanjang penggunaan itu harus diatur. Misalnya dunia usaha tidak bisa memiliki kepemilikan mata air karena kembali lagi kepada pasal 33 UUD 45 bahwa air dikuasai oleh Negara. Sehingga hal inilah yang kami atur,” jelas Intan.

Namun, Intan menegaskan, persoalan tersebut bukanlah sebuah kendala yang akan menghambat penyelesaian perumusan RUU SDA.

“Karena semua DIM kan sudah disetujui di Panja, maka kita kembalikan ke Panja. Jadi lebih kepada perumusan dengan narasi bahasa yang bisa disepakati bersama oleh semua pihak. Karena memang UU mengatur seperti itu. Kalau memang ada pembahasan yang belum ada titik temu dan sebelumnya DIM itu sudah disetujui di Panja maka kita kembali ke Panja. Misalnya tentang rumusan pertanian rakyat itu. Kita masih mencari manfaat dan mudharatnya, kita bicara tentang petani saja dan tidak bicara tentang volume atau teknis yang lain,” urainya.

“Karena bila bicara tentangUU  jangan sampai menjadi celah hukum. Tapi yang pasti ini tidak akan menghambat penyelesaian RUU SDA yang sudah ditargetkan selesai sebelum Oktober tahun ini,” tutupnya.

 

Terbaru