DEPOK-Kebutuhan akan tenaga kerja bidang konstruksi di Indonesia saat ini sangat tinggi menyusul masivenya kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun, jumlah tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat ternyata masih sangat minim.
Padahal, sertifikasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dengan pekerja asing.
Anggota Komisi V DPR RI, Hj Intan Fauzi, SH, LL.M menjelaskan, jumlah pekerja jasa konstruksi di Indonesia sangat banyak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Tenaga Kerja Konstruksi di Indonesia sekitar 5,7 juta.
Namun dari angka tersebut, sebesar 10% dari tenaga kerja konstruksi yang ada merupakan tenaga ahli, sebesar 30% tenaga trampil dan 60% unskill labour.
“Dan kurang dari 7% yang telah di sertifikasi. Sisanya belum disertifikasi,” jelas Wakil Rakyat Kota Depok dan Kota Bekasi ini..
Guna meningkatkan daya saing tenaga kerja Konstruksi, Hj Intan Fauzi, SH, LL.M menggandeng Balai Pembinaan Konstruksi Wilayah III Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar pelatihan uji kompetensi dan sertifikasi Tenaga Konstruksi se wilayah Kota Depok.
Pelatihan selama 2 hari ini mengikutsertakan 100 orang dari berbagai profesi dibidang konstruksi seperti Tukang Besi Beton, Tukang Pasang Bata, Tukang Bangunan Gedung, Tukang Pasang Ubin, Tukang Pasang Plester dll.
“Saya kira, kegiatan uji kompetensi sertifikasi tenaga kerja konstruksi oleh instruktur yang terlatih di bidang konstruksi termasuk K3 sangat penting sehingga bisa bekerja pada perusahaan konstruksi juga bangunan tinggi dll,” ujar Intan yang juga peraih gelar S2 dari University of Nottingham Inggris ini.
Menurut Intan, kegiatan uji kompetensi dan sertifikasi ini sangat relevan dalam rangka menjawab tantangan jasa konstruksi sekarang ini.
Apalagi, tuntutan kompetensi dan mutu tenaga kerja dalam bidang konstruksi mutlak diperlukan beberapa tahun mendatang.
Padahal pertumbuhan tenaga kerja sektor konstruksi di Indonesia sekitar 6% pertahun.
“Pembangunan infrastruktur yang massive saat ini tentu membutuhkan tenaga konstruksi yang mumpuni,” tutur Ketua DPP PAN ini.
Sementara itu, Instruktur Kementerian PUPR, Hadi Yusup mengatakan sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi merupakan amanat Undang-Undang No. 2 Tahun 2017.
Dalam Pasal 70 disebutkan bahwa Setiap Tenaga Kerja Konstruksi yang bekerja dibidang Jasa Konstruksi Wajib memiliki Sertifikat Kompensi Kerja.
Sedangkan Sertifikat Kompetensi Kerja ini diperoleh melalui Uji Kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Indonesia (SKKNI).
Sertifikasi ini mutlak diperlukan mengingat peran Jasa Konstruksi sangat strategis dalam Pembangunan Nasional.
Dengan demikian diharapkan para pekerja konstruksi ini memiliki kemampuan kompetitif sehingga menghasilkan karya berkualitas serta berdaya guna bagi kepentingan masyarakat.
“Tentunya, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur,” terangnya.
Dia mengatakan tujuan pengaturan Jasa Konstruksi untuk memberi arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi guna mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil yang berkualitas.
“Selain itu, juga demi mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ulasnya
Dia mengaku, sertifikasi tukang tradisional dalam jasa konstruksi nasional merupakan tuntutan jaman.
Pasalnya, para tukang tradisional sebagai tenaga kerja terdepan dalam jasa konstruksi di Indonesia.
Namun kemampuan mereka belum teruji secara legalitas dan akademis.
Karena itu, mereka dibekali dengan ilmu tentang jasa konstruksi.
“Selama ini kinerja tukang tradisional di lapangan hanya diketahui oleh pihak-pihak yang pernah menggunakan jasa tukang tertentu. Untuk itulah, penting bagi tukang tradisional ini disertifikasi sebagai syarat mutu,” tuturnya.